Di kufah yang sekarang dikenal dibawah kawasan negara irak,konon dulu banyak ulama' terlahir disana, tak satu dua yang dikenal sampai sekarang baik keilmuan dan kesholehannya pun dikenal sampai sekarang.salah satu adalah Tsabit Bin Ibrahim pria yang sholeh dan wara' beliau adalah tabi'in yang hidup dimasa setelah sahabat dan pastinya pernah berguru kepada sahabat setempat.
Suasana dikufah seperti didaerah timur tengah yang lain ialah panas, tandus dan gersang.Disaat Tsabit berjalan mencari ilmu ditengah perjalanan ia merasakan kelaparan dan tidak bisa menahan rasa laparnya tanpa sengaja ia melihat sebuah apel ranum yang segar berwarna merah menyala tergeletak di hadapannya. Tanpa pikir panjang, ia segera mengambil dan menikmati buah merah tersebut untuk menghalau dahaganya.
Belum habis buah itu di tangannya, ia segera tersadar bahwa apel itu bukan miliknya, "Astasfirullah, aku memakan yang bukan hakku.Astagfirulloh ...Astagfirulloh "
mengulang-ulang istigfarnya sambil menangis menyesali perbuatan yang khilaf tanpa disengaja.lalu dalam benak hati terbesit " Siapakah pemilik apel ini? aku harus mencari pemiliknya" gumam Tsabit.
tanpa berfikir panjang dan kegelisahan yang di hadapi,dicarinya pohon apel yang tumbuh di sekitar. Ia sangat berharap agar si pemilik apel mau merelakan apel yang ada di tangannya itu untuk dimakan.
Setelah menelusuri jejak buah apel itu dijalan, akhirnya tidak jauh dari tempatnya sederet pohon apel dengan buahnya yang merekah kukuh berdiri di sebuah kebun yang luas. Tsabit melihat seorang lelaki di dalam kebun tersebut.
"Mungkin dia pemilik apel ini," pikir Tsabit.
"Assalamu alaikum" Kata Tsabit mengucapkan salam kepada lelaki yang ia sangka pemilik kebun Apel yang disantapnya.
"Waalaikumussalam.Iya tuan apa bisa saya bantu?" kata lelaki itu. "sebelumnya saya minta maaf tuan..Apakah engkau pemilik kebun ini? Saya telah memakan apel Anda, untuk itu saya mohon maaf. Sudilah kiranya engkau merelakan apel ini agar halal untuk kumakan," pinta Tsabit.
"Aku bukan pemilik apel itu. Saya hanyalah seorang penjaga kebun di sini."kata lelaki tersebut
"Baiklah, jika demikian di manakah rumah majikanmu?"kata tsabit
"Butuh waktu sehari semalam tiba di sana. Perjalanannya pun tidak mudah. Mengapa tidak kau makan saja apel itu? Toh, ia tidak akan memedulikan sebuah apel itu karena hasil kebunnya begitu melimpah ruah!" usul si penjaga kebun.
"Sejauh apa pun rumahnya, aku harus tiba di sana meskipun harus melalui berbagai rintangan. Sebagian apel ini sudah aku telan, artinya di dalam tubuh ini terdapat makanan yang tidak halal bagiku karena belum meminta izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah saw. mengajarkan seperti itu dalam hadits bersabda, 'Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram maka api nerakalah yang layak baginya' " ungkap Tsabit dengan tegas.
Melihat keteguhan hati Tsabit, si penjaga kebun akhirnya memberi tahu arah perjalanan menuju rumah majikannya. Tsabit berterima kasih atas kesediaan penjaga kebun memberi tahu alamat majikannya. Tanpa buang waktu, Tsabit segera beranjak menuju rumah pemilik apel.
Perjalanan mendaki dan berbatu ia lalui, sungai pun ia seberangi agar ia dapat bertemu dengan pemilik apel. Begitu risaunya ia akan peringatan dari Rasulullah saw.
Setelah menempuh perjalanan berliku, tibalah ia di depan rumah pemilik apel.Ia mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Seorang lelaki tua membukakan pintu untuknya.
"Wa'aiaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, ada apa anak muda?" tanyanya. Rupanya dialah pemilik kebun itu.
"Wahai Tuan, kedatangan saya ke sini untuk meminta keikhlasanmu atas buah apel yang terlanjur aku makan. Semoga engkau memaafkanku," Tsabit menjelaskan apa yang merisaukannya kepada si pemilik kebun.
Pemilik kebun menyimak dengan saksama. Lalu ia berkata, "Aku tidak akan menghalalkannya kecuali dengan satu syarat!"
"Apakah itu, Tuan?"
"Kamu harus menikahi putriku dan aku akan menghalalkan apel itu untukmu."
Tentu saja Tsabit terkejut dengan syarat itu. Haruskah ia menebus kesalahannya dengan pernikahan? Belum habis keterkejutan Tsabit, lelaki tua pemilik apel itu melanjutkan, "Putriku bisu, tuli, buta, dan lumpuh. Bagaimana? Apakah kamu menyanggupinya?"
Tsabit makin terkejut. Ia harus menikahi perempuan cacat yang akan mendampinginya seumur hidup. Namun, ia tidak memiliki pilihan lain. Jika jalan ini dapat membuka pintu ampunan Allah SWT, ia harus menjalaninya dengan ikhlas. Tsabit pun menyanggupinya.
Pernikahan pun diselenggarakan. Mempelai wanita menanti di dalam rumah saat akad nikah berlangsung. Selesai dilakukan akad nikah, Tsabit dipersilakan oleh sang mertua untuk menemui putrinya yang kini telah sah menjadi istri Tsabit.
Ia mengetuk kamar yang ditunjuk sambil mengucapkan salam. Ketika Tsabit hendak membuka pintu kamar, terdengar suara wanita menjawab salamnya. Ia urung masuk ke dalam kamar itu karena yang ia tahu istrinya bisu, tuli, dan buta, "Oh, maaf, aku salah kamar!" ujar Tsabit.
"Kau tidak salah. Aku istrimu yang sah!" kata wanita di dalam kamar itu, "silakan masuk, wahai suamiku!"
Tsabit benar-benar dibuat bingung dengan semua kejadian yang belakangan ini ia hadapi. Rasanya mustahil jika sang pemilik kebun berdusta tentang putrinya. Apa untungnya bagi dia?
Ketika Tsabit masih berdiri tertegun di depan kamar, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Yang membuka adalah seorang wanita cantik yang sehat wal afiat tanpa cacat seperti yang dikatakan mertuanya. Ia makin yakin bahwa ini bukanlah istrinya.
Tsabit bertanya kepada wanita yang berdiri di hadapannya itu, "Jika kau benar istriku, ayahmu berkata bahwa kau buta. Tetapi, mengapa kamu bisa melihat?"
"Ayahku benar, mataku buta karena tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah," jawab putri pemilik kebun buah itu.
"Lalu, mengapa ayahmu mengatakan kamu tuli? Padahal, kau dapat mendengar salamku!" tanya Tsabit kembali.
"Itu juga benar, beliau tahu bahwa aku tidak pernah mau mendengar berita atau cerita yang tidak diridai Allah SWT," jelas sang istri.
"Kau pun tidak bisu seperti yang dikatakan ayahmu? Apa artinya?"
"Aku bisu karena tidak pernah mengatakan dusta dan segala sesuatu yang tercela. Aku banyak menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah."
"Terakhir, apa maksud ayahmu mengatakan kau lumpuh?" tanya Tsabit lagi.
"Itu karena aku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang dibenci Allah."
Sungguh beruntung pria sholeh bernama Tsabit bahwa yang ia nikahi adalah sosok wanita salehah yang sempurna fisiknya dan cantik bagaikan purnama bersinar di kegelapan malam. Dari hasil pernikahan mereka lahirlah ulama yang menjadi imam terbesar bagi umat Islam, yaitu Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit bin Ibrahim.yang dikenal sampai sekarang dengan gelar "Imam Hanafi" penganut dalam dibidang fiqih banyak dibenua negara mulai pakistan,Irak,shuria dan lain lain.
pesan hikmah :
1.Katakanlah dengan kata baik dan jujur walaupun kejujuran itu pahit kenyataannya.sebagaimana yang dikisahkan Syech Tsabit bin Ibrahim RA. diatas dan kejujuran dan kebenaran harus ditegakkan karena kebenaran berpihak pada Alloh semata.
2.ketakwaan Adalah kesucian yang akan mendatangkan kemakmuran pada alam ini dan ketakwaan Adalah solusi setiap masalah : sebagaimana dalam Alqur'an menyebutkan dalam surat thalaq ayat 2 ;
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
arti Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
sekian....
mengutip cerita dari guru penulis dan beberapa kisah teladan para wali dimasa ulama' salafis Assholihin
penulis ;Ufil Muhtadi kilang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar